Protect and Restore: Menyelamatkan Hutan Lewat Sepiring Makanan

Protect and Restore: Menyelamatkan Hutan Lewat Sepiring Makanan

Suatu pagi hari pada sebuah desa tenang di pedalaman Sintang, Kalimantan Barat tak terdengar deru mesin atau suara truk tambang. Hanya ada suara burung hutan, gesekan daun, dan sesekali percakapan lembut warga yang tengah berjalan menuju ladang.

Desa itu bernama Desa Ansok. Disana, masyarakat Dayak masih menjaga warisan leluhur: yakni sistem pertanian rotasi dan pengelolaan hutan berbasis adat.

Bagi mereka, hutan bukan sekadar tempat berburu atau mengambil kayu. Hutan adalah dapur, rumah, dan warisan yang tak boleh hilang.

“Kami baru saja ke Desa Ansok dan melihat langsung bagaimana masyarakat melindungi hutan dan makanannya. Mereka tidak menebang untuk membuka lahan secara permanen. Mereka berpindah ladang dan membiarkan hutan memulihkan dirinya,” ujar Esty Yuniar dari Semesta Sintang Lestari.

Sistem ini disebut tembawang, hutan adat yang dikelola secara turun-temurun. Di sini tumbuh segala jenis tanaman yang menjadi bahan makanan, seperti daun sengkubak.

Tumbuhan yang berasal dari Kalimantan itu digunakan sebagai penyedap alami. Ada juga bawang Dayak, liak atau jahe hutan, padi hutan, hingga tengkawang.

Tidak hanya dari tanah, mereka juga menggantungkan hidup dari sungai, seperti Sungai Kapuas yang menjadi urat nadi daerah ini.

Saat masyarakat berpindah tempat berladang, mereka membawa serta keterampilan penting dalam mengolah makanan secara tradisional agar tahan lama. Fermentasi, pengeringan, dan pengasapan bukan hanya teknik, tapi kearifan yang diwariskan lintas generasi.

Di tengah hutan, mereka bisa bertahan hidup tanpa bergantung pada pasar modern. Bahkan di sepanjang perjalanan, masyarakat adat juga berburu, memetik buah hutan, dan mengolahnya dengan cara yang sangat sederhana tapi efektif.

Semua itu dilakukan dengan kesadaran penuh, menjaga alam karena hutan merupakan satu-satunya dapur yang mereka punya.

Protect and Restore: Menyelamatkan Hutan Lewat Sepiring Makanan

Bukan Sekadar Bertahan, Tapi Juga Berinovasi

Menjaga hutan saja tidak cukup. Masyarakat lokal juga mulai berinovasi.

Esty menyebutkan satu contoh inovasinya adalah tentang ikan gabus. Di Sintang, ikan ini sangat melimpah, tapi hanya dikonsumsi dalam bentuk segar atau olahan rumah tangga.

“Kami mencoba berinovasi membuat bishco, produk dari ikan gabus yang bisa dikembangkan sebagai usaha kecil,” katanya.

Inovasi ini bukan sekadar memberi nilai tambah pada bahan lokal, tapi juga menciptakan jalan baru untuk memperkuat ekonomi masyarakat tanpa merusak ekosistem.

Sementara Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Ristika Putri Sitanti mengungkapkan, kisah seperti ini adalah wajah nyata dari ekonomi restoratif. Konsep ini mendorong pemulihan, bukan sekadar pengurangan dampak.

“Ekonomi restoratif itu memulihkan ekonomi, hutan, dan kehidupan sosial secara bersamaan,” ujarnya.

Indonesia adalah negara yang diberkahi dengan kekayaan alam luar biasa, termasuk hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia. Namun ironisnya, banyak kabupaten yang memiliki hutan luas justru masih bergelut dengan kemiskinan.

Dia menjelaskan kalau LTKL sendiri adalah koalisi kabupaten-kabupaten di seluruh Indonesia yang berkomitmen menjaga hutan demi kesejahteraan.

Ada sembilan kabupaten anggota yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi dan lainnya. Semuanya memiliki hutan luas, tapi masih bergelut dengan kemiskinan.

“Kalau sebuah daerah punya hutan, maka masyarakatnya juga harus punya kehidupan yang layak. Itu hanya bisa terjadi kalau kita melibatkan masyarakat adat, mendengarkan mereka, dan mendukung inovasi-inovasi lokal,” tegas Ristika.

Protect and Restore: Menyelamatkan Hutan Lewat Sepiring Makanan

Menjaga Hutan Lewat Sepiring Makanan

Apa yang kita makan hari ini bukan hanya soal rasa. Ia bisa jadi pernyataan politik, bentuk perlindungan, atau wujud kasih sayang pada alam.

Gerakan protect and restore makanan lokal membuka mata kita bahwa pelestarian tidak harus selalu besar dan rumit.


Terkadang harus dimulai dari ladang kecil di tengah hutan, dari seikat jahe hutan yang dikeringkan, atau dari produk olahan ikan gabus yang dikemas dengan tangan.

Dan tahun depan, Kalimantan Barat akan menjadi tuan rumah Festival Lestari. Di sana, praktik baik seperti ini akan dipamerkan, dibagikan, dan semoga menginspirasi lebih banyak daerah untuk bergerak di jalan yang sama.

Karena di balik sepiring makanan lokal, ada cerita tentang perjuangan, kebijaksanaan, dan harapan bahwa manusia dan hutan bisa hidup berdampingan, saling menjaga, dan saling menghidupi.

Aku beruntung memiliki kesempatan menjadi peserta online gathering Nature's Artisans: Exploring Eco-Friendly Craft yang diadakan oleh #EcoBloggerSquad. Acara ini bertemakan Workshop Kolase, Protect & Restore Local Food.
Protect and Restore: Menyelamatkan Hutan Lewat Sepiring Makanan


No comments