Cari Berkah Ramadhan dengan Selamatkan Lingkungan dari Sampah Sisa Makanan

Ilustrasi Sampah Sisa Makanan. www.bocahudik.com

Lelaki tua itu menghentikan sepeda motornya di depan rumah. Dia membuka pintu sambil mengucapkan salam.

Di tangan kanannya terselip dua plastik hitam yang membalut makanan dan minuman. Tampak berat lantaran hampir robek.

"Assalamualaikum. Cepat hidangkan kue dan es kotengnya ini," ujarnya.

Saya langsung menghampiri dan menyambut tangannya. Wajahnya tampak kelelahan.

Air keringat menetes dari dahinya. Kemudian ia bergegas menuju kamar mandi.

"Bentar lagi sudah mau buka puasa. Ayo panggil adik-adik untuk pulang," katanya.

Saat itu pukul 18:00 WIB. Bapak memang selalu pulang dari kantor dan tiba di rumah tepat waktu.

Kenangan tersebut masih tersimpan kuat di dalam memori ingatanku. Ketika itu puasa Ramadhan di tahun 2002.

Keluarga kami selalu buka puasa di rumah. Bapak juga sering membelikan camilan atau makanan untuk berbuka puasa.

Adzan Maghrib pun berkumandang dari Masjid. Waktu berbuka puasa sudah tiba.

Adik-adikku mulai rebutan makanan. Maklum, seharian menahan lapar membuat mereka lupa menahan diri.

"Jangan rebutan. Nanti ga kalian makan. Ga kalian habiskan itu," kata ibu.

Benar saja, makanan yang diambil adik-adikku itu tidak dihabiskan oleh mereka. Kemudian bapak menegur kedua anaknya yang masih kecil itu.

"Makanya jangan lapar mata (istilah). Kalau tak habis gini, bisa berdampak sama lingkungan juga. Lagian sayang kalau ga habis makanannya," kata bapak.

Bapak menjelaskan, puasa Ramadhan tidak hanya diartikan sebatas menahan lapar dan haus selama satu bulan lamanya. Tapi juga harus belajar untuk menahan diri untuk makan secukupnya seperti saat sahur dan berbuka puasa.

Pasalnya, dampak negatif sisa makanan yang berlebihan itu bisa menimbulkan timbunan sampah organik. Selain itu, umat muslim disarankan untuk menghindari sahur berlebihan dan berbuka sekenyang-kenyangnya.

"Selama menjalankan ibadah puasa, umat muslim diajarkan makan secukupnya dan tidak boleh mubazir. Selain itu juga bisa melindungi bumi karena salah satu refleksi dari akhlak beriman untuk mencapai ketakwaan,” jelas bapak.

Bapak menuturkan, dalam Surat Al Isra ayat 26-27 dijelaskan tentang hukum dimana posisi manusia yang boros hartanya termasuk makanan. Orang yang boros itu merupakan saudara dari setan, sementara setan itu masuk kategori makhluk yang ingkar kepada Allah SWT.

"Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS: Al Isra 26-27).

Dari penjelasan tersebut jelas bahwa hukum tidak menghabiskan makanan adalah tidak baik dan tidak disukai oleh Allah karena masuk dalam kategori mubazir. Pengertian mubazir sendiri merupakan perbuatan memakai sesuatu dengan tidak layak dan semestinya. Contohnya ketika makanan tidak habis kemudian dibuang begitu saja ke tempat sampah.

Sejak saat itu, kami selalu menghabiskan makanan. Kalau pun tersisa, kami beri ke hewan peliharaan di rumah.

Nasihat bapak selalu melekat di pikiran saya. Seiring berjalannya waktu, dampak sisa makanan juga berimbas terhadap kerusakan lingkungan.

Majelis Ulama Indonesia juga mengeluarkan fatwa nomor 47 tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Salah satu hukum dalam fatwa tersebut tentang menjaga lingkungan.

Setiap muslim diwajibkan untuk menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan, serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabzir (mubazir) dan ishraf (berlebih-lebihan).

Tips Mengurangi Sisa Makanan. www.bocahudik.com

Sementara berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume sampah di Indonesia pada 2022 mencapai 19,45 juta ton. Angka tersebut menurun 37,52% dari 2021 yang sebanyak 31,13 juta ton.

Berdasarkan jenisnya, mayoritas timbulan sampah nasional pada 2022 berupa sampah sisa makanan dengan proporsi 41,55%. Kemudian sampah plastik berada di urutan kedua dengan proporsi 18,55%.

Sebanyak 13,27% sampah di Indonesia pada 2022 berupa kayu/ranting, 11,04% sampah kertas/karton, dan sampah logam 2,86%.

Ada pula 2,54% sampah kain, sampah kaca 1,96%, sampah karet/kulit 1,68%, dan 6,55% sampah jenis lainnya.

Berdasarkan provinsinya, timbulan sampah terbanyak pada 2022 berasal dari Jawa Tengah, yakni 4,25 juta ton atau 21,85% dari total timbulan sampah nasional. Kemudian diikuti oleh DKI Jakarta dengan total timbulan sampah 3,11 juta ton, Jawa Timur 1,63 juta ton, dan Jawa Barat 1,11 juta ton.

Timbulan sampah yang tak teratasi dengan baik dapat berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sejumlah laporan global juga menyebut Indonesia masuk jajaran penghasil sampah plastik dan sisa makanan terbesar dunia.

Hal ini patut menjadi bahan introspeksi bagi masyarakat Indonesia agar lebih bijak dalam menghasilkan dan mengelola sampah.

Laporan EIU juga menyebutkan bahwa gas metan 20 kali lebih berbahaya dibandingkan gas karbondioksida. Sehingga, jika tidak berupaya mengurangi dan mengelola sampah makanan secara bijak, maka jumlahnya akan semakin meningkat dan berpengaruh terus memburuknya pemanasan global dan perubahan iklim di bumi.

Cara Pengelolaan Sampah Sisa Makanan

1. Jadikan Ekoenzim

Ekoenzim adalah cairan hasil dari fermentasi limbah dapur organik, seperti ampas buah, sayur, dan gula, baik gula coklat, gula merah, maupun gula tebu. Pengolahan sampah makanan rumah tangga menjadi ekoenzim menjadi salah satu solusi untuk menekan jumlah sampah organik.

Ekoenzim memiliki beberapa fungsi seperti untuk cairan pel, pembersih dapur, pembersih buah dan sayur, pembasmi hama, serta pupuk tanaman. Cara pembuatan Ekoenzim juga terbilang mudah.

Hanya memerlukan sekitar 300 gram sampah kulit buah atau sisa sayuran, 100 gram gula, dan 1 liter air. Campur dan aduk semua bahan tersebut di dalam wadah tertutup dan simpan pada tempat yang sejuk.

Umumnya, proses fermentasi dalam pembuatan ekoenzim berlangsung selama tiga bulan. Setelah cairan yang dihasilkan berwarna coklat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis, maka cairan Ekoenzim siap digunakan.

2. Jadikan Kompos

Berdasarkan studi berjudul “Reducing the Impact of Wasted Food by Feeding the Soil and Composting” yang dilakukan United States Environmental Protection Agency pada 2022, pengomposan limbah sisa makanan dapat memberikan sejumlah manfaat. Tiga di antaranya adalah membantu memperbaiki tanah, menyuburkan tanaman, dan meningkatkan kualitas air.

Cara membuat kompos dari sisa makanan pun tergolong mudah. Hanya perlu menyiapkan wadah, seperti pot yang bagian pinggirnya sudah dilubangi.

Kemudian, masukkan sampah sisa makanan yang berasal dari tanaman, seperti sayuran dan buah-buahan, ke dalam pot tersebut, lalu campur dengan tanah hingga penuh. Setelah itu, diamkan campuran sisa makanan dan tanah di dalam wadah selama dua sampai tiga bulan.

Kompos yang sudah matang biasanya akan berwarna gelap dan tidak berbau. Jika sudah dalam kondisi tersebut, bisa mengeluarkan kompos tersebut dari wadah.

3. Sisa tulang untuk kaldu

Tulang ayam, sapi, atau lainnya yang tak terpakai dalam masakan jangan terburu-buru dibuang. Sebab, bisa memanfaatkannya untuk membuat kaldu makanan.

Cara tersebut juga dapat membantu berhemat sekaligus mengurangi sampah organik. Mengolah tulang menjadi kaldu juga tak sulit.

Rebus tulang sapi atau ayam hingga mendidih. Kemudian, diamkan selama 24-48 jam di dalam panci hingga air rebusan tersebut mengeluarkan minyak.

4. Ampas kopi sebagai pupuk

Ampas kopi memiliki sejumlah manfaat seperti membantu menyuburkan tanaman. Sebab, ampas kopi dapat meningkatkan retensi dan aerasi air di dalam tanah.

Untuk mendapatkan manfaat tersebut, cukup memasukkan ampas kopi ke dalam tanah di sekitar tanaman yang ingin disuburkan.

Selain cara tersebut, ada banyak hal untuk menyelamatkan lingkungan dan bumi. Ayo ikuti challenge seru di https://teamupforimpact.org/

No comments