www.bocahudik.com |
Lembapan sisa malam menyisakan embun di setiap helai dedaunan. Udara pagi hari memberikan sentuhan lembut pada pertengahan 2022.
Hiruk-pikuk pedesaan, serta lalu lalang warga di pagi hari mulai berkreasi. Dari jauh, seorang pria tampak berpakaian lusuh.
Ia mengendarai sepeda motor tua sambil mengapit sebilah parang di belakang motornya. Pertanda sigap bekerja guna mencari sesuap nasi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Senyum ramah menghiasi wajahnya. Sambil mengucap salam, ia langsung menyapa dan mengenalkan namanya.
Rasa penasaran untuk berbincang tentang Desa Nusantara mulai timbul. Beruntung, pria itu merupakan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Selatan.
Desa Nusantara, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan menyisakan kisah kelam. Pasalnya para warga baru saja berhasil mempertahankan lahannya seluas 1,2 ribu hektar yang akan direbut perusahaan kelapa sawit.
"Desa Nusantara ini baru saja lepas dari hiruk-pikuk perjuangan mempertahankan ruang kelola dan hak atas lahan 1,2 ribu hektar. Para warga yang berasal dari Jawa melakukan transmigrasi ke Sumatera untuk hidup layak tahun 1980-an, tapi lahannya mau diambil untuk perusahaan kelapa sawit," ujar Yuliusman atau yang akrab disapa Usman.
Dia menggambarkan, awalnya luas lahan di Desa Nusantara mencapai 259.300 hektar pada tahun 1981. Sedikitnya ada 700 kepala keluarga dari Pulau Jawa yang dijadikan sebagai transmigran.
Untuk pembagian lahan, setiap kepala keluarga dipolakan dengan skema Lahan 1 (L1) seluas dua hektar dan Lahan 2 (L2) dengan luas 1/4 hektar.
Setiap desa diberikan lahan cadangan dengan pertimbangan jumlah warga desa yang akan bertambah dengan perhitungan L1+L2 sebanyak 1.012 hektar, dan lahan cadangan seluas dua hektar.
Totalnya menjadi 1.200an hektar. Saat ini ada sekitar 600 kepala keluarga di Desa Nusantara.
Selain itu, pemberian nama Nusantara lantaran terdapat perusahaan PT Nusantara yang membuka lahan dan pembangunan daerah transmigrasi di jalur 27 OKI pada era orde baru. Jalur itu masih lahan rawa gambut yang bisa dijangkau dengan menyusuri sungai menggunakan perahu.
"Saat itu belum ada listrik atau jalan. Para transmigran itu diberi lahan untuk usaha tani sekitar dua hektar dan rumah," katanya.
Ironisnya, para warga juga tidak disediakan air bersih. Fasilitas kesehatan dan pelayanan publik lainnya juga belum tersedia.
Para warga hanya bisa memanfaatkan air hujan untuk menyambung hidup. Sementara untuk bertani, mereka hanya diberi alat seadanya oleh pemerintah.
"Untuk kehidupan sehari-hari, air disana berwarna cokelat. Setiap keluarga dikasih drum untuk nampung air hujan," paparnya.
Para transmigran itu hanya bisa menanam jagung dan singkong lantaran saat itu lahan gambut masih ditumbuhi semak belukar. Disana juga terdapat habitat hewan liar dan masuk di sekitar kebun warga.
"Mereka bisa tanam padi dengan lahan yang tidak luas tahun 1982," ungkapnya.
Di samping permasalahan tersebut, para warga mulai terserang wabah penyakit. Mereka terkena kolera sekitar tiga bulan.
Para transmigran itu perlahan mengalami muntah dan buang air besar (muntaber). Fasilitas kesehatan yang belum tersedia membuat korban jiwa berjatuhan.
Mereka harus ke puskesmas terdekat, namun membutuhkan waktu yang lama untuk ke sana. Bahkan tak ada satu pun para korban yang berhasil ke puskesmas karena meninggal saat dalam perjalanan.
Untuk sampai ke puskesmas, korban harus dibopong ke dermaga kapal sekitar dua kilometer. Kemudian menggunakan kapal agar bisa ke puskesmas terdekat. Butuh perjuangan yang sangat besar.
"Korban meninggal mulai berjatuhan. Dalam satu hari bisa mencapai 11 orang. Tapi Wabah berakhir saat ada bantuan petugas medis yang datang dari Jakarta pakai helikopter. Mereka memberikan penyuluhan untuk hidup bersih dan membagi oralit," paparnya.
Potensi Alam Desa Nusantara
Awalnya, warga Desa Nusantara hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah. Namun lama kelamaan, para transmigran itu membuat jalan untuk melakukan aktivitas pertanian.
Para warga mencoba untuk tanam padi dan berhasil dipanen tahun 1982. Namun pada tiga tahun berturut-turut terjadi gagal panen.
"Kebutuhan warga sepenuhnya masih ditanggung pemerintah. Dan di akhir tahun 1980-an, panen padi kembali berhasil," jelasnya.
Desa Nusantara memiliki potensi sumber daya alam yang bagus. Selain padi, tanaman lain yang dihasilkan adalah kopi liberica, nanas, nangka, buah naga, jeruk dan cabe rawit.
Sebagian dari mereka juga ada yang berprofesi sebagai petani karet dan peternak kambing. Kalau saat musim hujan, banyak ikan yang datang sendiri seperti gabus, lele, atau belut.
Pertahankan Lahan dari Perusahaan Kelapa Sawit
Para warga berhasil temukan cara untuk membabat lahan tahun 1995. Para wanita bantu kumpulkan rumput yang ditebas laki-laki.
Namun 10 tahun kemudian, sawah itu diklaim sebagai Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan kelapa sawit. PT Selatan Agro Makmur Lestari (SAML) mendapat izin prinsip dari Bupati OKI, NO: 460/1998/BPN/26-27/2005, untuk menggarap lahan seluas 42 ribu hektar yang terletak di 18 desa di Kecamatan Air Sugihan, termasuk Desa Nusantara.
Di tahun yang sama, perusahaan melakukan pengukuran dan mengklaim sawah sebagai hutan yang tidak pernah dikelola oleh warga. Dua tahun kemudian atau tapatnya tahun 2007, PT SAML sudah melakukan pembebasan lahan di 17 Desa.
Desa Nusantara menjadi satu-satunya yang menolak pembayaran untuk pembebasan lahan seluas 1,2 ribu hektare. Lalu pihak perusahaan membuat tenda serta melakukan pembangunan parit dan penyekatan agar air tidak memenuhi lahan gambut yang difungsikan menjadi sawah.
Tujuannya agar perusahaan bisa mulai melakukan penanaman sawit. Hal tersebut membuat sawah lahan gambut menjadi mudah terbakar.
Petani kemudian melakukan perlawanan dengan mengusir orang-orang perusahaan yang mendirikan tenda. Penyekat air mulai dibuka untuk mencegah terjadinya kebakaran pada sawah gambut.
Akibat banyaknya tekanan, para warga mendirikan Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB) tahun 2010. Forum itu sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi warga, menunjuk perwakilan warga untuk melakukan mediasi, hingga aksi demonstrasi menolak keberadaan perusahaan.
"Aksi penolakan yang terus menerus dilakukan warga membuat tiga orang ditangkap polisi tahun 2015," tuturnya.
Tekanan dari perusahaan yang mendapatkan dukungan dari polisi dan pemerintah membuat warga memutuskan untuk menggalang aliansi yang lebih besar dan mempersiapkan kadernya untuk bertarung menjadi kepala desa.
Sejak itu, tekanan dari perusahaan dan pihak kepolisian jauh berkurang. Hingga memasuki masa pandemi COVID-19, tekanan terhadap petani nyaris tidak ada lagi.
Setelah pandemi, FPNB kembali merapatkan barisan dan bersiap mendesak pemerintah membatalkan izin HGU PT SAML. Di saat bersamaan WALHI Sumatera Selatan yang mendampingi perjuangan petani Desa Nusantara sejak 2012, namun vakum akibat pandemi yang masih berlanjut.
Dana Nusantara
Satu per satu rumah terlewati, ragam bentuk dan jenis ukuran tersajikan, bahkan ada yang nuansanya kecil terbuat dari kayu dan masih beratapkan rumbia. Namun terlihat sangat nyaman ditempati lantaran suasana begitu menyejukkan.
Di tempat terpisah, terlihat seorang lelaki muda lainnya sedang bermain bersama anak kecil. Tatapan penuh makna dan senyum sumringahnya diwarnai tingkah gerutu akibat kelakuan si bungsunya itu.
Begitu dihampiri, ia langsung menyapa. Ia pun mengenalkan dirinya begitu ramah. Adam Kurniawan, namanya. Ia adalah Manager Pengembangan Potensi Rakyat Eknas WALHI.
Raut wajah yang penuh haru itu terpancar dengan jelas. Ia menceritakan kondisi warga di sana. Ada hal menarik yang bisa diulik dari kisahnya, yakni Dana Nusantara.
"Dana Nusantara ini dana yang diperuntukkan bagi masyarakat yang punya banyak peran dalam menjaga ekosistem bumi," ujar Adam Kurniawan.
Dia menjelaskan, WALHI yang beranggotakan berbagai organisasi peduli terhadap lingkungan hidup selalu mempromosikan pengakuan dan Wilayah Kelola Rakyat (WKR) sebagai model pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pemulihan ekosistem dan upaya kolektif untuk mengurangi dampak krisis iklim dan bencana ekologis.
WALHI juga tidak mendukung pengelolaan sumber daya alam yang seluruhnya menjadi perkebunan kelapa sawit atau tambang. Tapi mendukung pengelolaan alam yang ramah lingkungan.
Menurutnya, WALHI menghargai karakteristik, bentang alam setempat, dan transisi untuk mengelola sumber daya alam. Namun ia memastikan pengelolaan sumber daya alam tersebut bersifat pemulihan sosial dan ekologis.
"WALHI mendorong dana nusantara untuk memperkuat upaya kolektif masyarakat adat dan lokal yang dipastikan akan berkontribusi baik bagi ekosistem di Indonesia dan secara global," katanya.
Adam memaparkan, Nusantara merupakan gugusan Pulau yang telah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bentang alamnya terdiri dari laut yang luasnya mencapai 3,2 juta kilometer. Selain itu juga terdapat 17.508 pulau, hutan dengan luas 120,6 juta hektar, dan memiliki luas daratan hingga 1,92 juta kilometer.
"Kekayaan alamnya berpengaruh pada keanekaragaman hayati Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati di dunia," jelasnya.
Namun, Adam menyayangkan tindakan pemerintah terhadap keanekaragaman hayati di Indonesia. Pasalnya pengelola sumber daya alamnya dijalankan tidak sesuai aturan.
"Izin konsesi besar-besaran diberikan kepada pihak swasta. Akhirnya, masyarakat adat dan lokal tersingkir dan kehilangan kontribusi dalam menjaga ekosistem global," ucapnya.
Lanjutnya, saat ini di Indonesia sudah terdapat 24 juta hektar lahan sawit. Jumlah tersebut dianggap sangat luas. Akibatnya, bencana alam hampir terjadi setiap saat.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjunkkan, pada 2022 terdapat gempa bumi yang terjadi sebanyak 22 kali, kebakaran hutan 94 kali, kekeringan 1 kali, banjir 756 kali, tanah longsor 377 kali, cuaca ekstrem 694 kali, dan gelombang pasang atau abrasi 11 kali.
"Data BNPB ada lebih dari 1945 bencana. Itu menunjukkan bentang alam Indonesia jadi rentan akibat kekeliruan dalam mengelola sumber daya alam," ujarnya.
Oleh karena itu, WALHI merespon pengelolaan sumber daya alam yang berujung pada kehancuran dan bencana. WALHI mempromosikan pengakuan dan perlindungan WKR sebagai model pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pemulihan ekosistem.
Jadi, Dana Nusantara tersebut digunakan untuk mendukung perluasan WKR, inisiatif pengembangan ekonomi berbasis komunitas, hingga penerapan teknologi tepat guna. Hal itu dapat dilihat dari luas WKR yang didampingi oleh WALHI mencapai 1,1 juta hektar yang dikelola oleh 200 ribu kepala keluarga.
"Mereka diberikan akses untuk dana nusantara itu," pungkasnya.
Itulah secuil cerita yang saya rangkum dalam #EcoBloggerSquad pada April lalu.
No comments