Pak, Peluk Aku Sebentar Saja

Pak, Peluk Aku Sebentar Saja www.bocahudik.com

Saya terkadang ingin merasakan duduk diam di samping Bapak. Bukan untuk diskusi tentang hidup dan bukan pula meminta solusi.

Saya hanya ingin duduk di sana. Dekat dengannya sambil berkata lirih, “Peluk aku, Pak. Anakmu merasa sedang tidak baik-baik saja.”

Rasanya ingin sekali bermanja seperti waktu kecil. Tanpa perlu ditanya panjang lebar dan tanpa harus menjelaskan sebab musabab air mata.

Cukup pelukan hangat dan kehadiran sesosok Bapak. Sebab terkadang dunia ini terlalu bising, terlalu banyak tuntutan, tapi terlalu sedikit pelukan.

Entah kenapa, belakangan ini perasaan rindu datang lebih sering. Perasaan ingin kembali ke masa kecil.

Di mana saya bisa menangis tanpa malu, merengek tanpa takut dihakimi, dan mengadu tanpa merasa harus kuat setiap saat. Masa di mana pelukan Bapak terasa paling nyaman untuk bersandar.

Lucunya, terkadang saya iri pada mereka yang masih bisa bersandar di pelukan seorang Bapak. Mereka yang bisa pulang ke rumah dan tahu kalau ada sosok lelaki hebat yang siap mendengar, meski tak selalu menjawab.

Sosok yang cukup menepuk bahu dan berkata, “Nggak apa-apa. Kamu sudah hebat, Nak.” Ya, mereka itu memang sungguh beruntung.

Sementara saya hanya bisa menatap kosong ke langit malam. Bahkan menyimpan rindu yang tak pernah sempat tersampaikan.

Rindu yang tersusun rapi di dalam dada. Menuliskannya dalam diam di malam-malam sepi.

Mencoba bertahan dengan kenangan. Atau mungkin sekadar lewat bayangan tentang kehadiran yang tidak bisa saya sentuh lagi.

Andai Bapak masih di sini, saya ingin ia tahu kalau Anaknya ini sedang butuh sandaran. Anaknya sedang butuh rasa aman yang dulu pernah ia berikan hanya dengan pelukan.


Sekarang, ketika dunia menuntut untuk selalu tangguh, saya sering kehabisan tenaga. Rasanya seperti berjalan sendirian di lorong yang panjang dan gelap.

Ada banyak suara dari luar, tapi semuanya asing. Saya hanya butuh suara yang saya kenal, suara Bapak yang lembut sambil menuntun jalan hidup.

Terkadang ada rasa ingin mengeluh dan ingin bercerita tanpa harus menyusun kalimat yang masuk akal. Bahkan hanya sekedar diam di sebelah Bapak sambil berkata, “Pak, aku capek.”

Saya ingin tahu bagaimana rasanya menjadi anak yang bisa pulang dan berkata, “Aku ingin dipeluk, Pak.” Saya ingin tahu, bagaimana rasanya dimengerti tanpa harus banyak bicara.

Pak, andai Bapak masih ada di sini, saya ingin kita duduk sebentar saja. Tidak perlu banyak bicara, hanya ingin dekat dan merasakan kehadiran yang sekarang hanya bisa saya bayangkan.

Sekarang, satu-satunya cara untuk memeluk Bapak adalah lewat doa. Lewat tulisan-tulisan saya seperti ini, kangen pak.

Lewat rindu yang tak akan pernah habis. Lewat harapan kecil bahwa suatu saat, entah di dunia ini atau yang lain, saya bisa berkata lagi, “Pak, peluk aku. Anakmu rindu dan sedang tidak baik-baik saja.”

No comments