Penasaran Berbagi Cerita Dengan Seorang Bapak

Penasaran Berbagi Cerita Dengan Seorang Bapak www.bocahudik.com

Ada waktu ketika dada terasa sesak oleh penat yang tak kunjung reda. Hari-hari berjalan seperti sedang berlari, tapi garis akhirnya tak pernah kelihatan.

Hidup terus bergerak, namun entah menuju ke mana. Di saat-saat seperti itu, yang paling menyesakkan bukanlah beratnya beban yang dipikul.

Tapi bagaimana rasanya bisa berkeluh kesah kepada seorang manusia bernama "Bapak". Sungguh, saya cuma penasaran.


Bukan sosok otoriter kepala keluarga. Bukan pula pemilik rumah tempat kita pulang setiap malam.

Tapi, manusia bernama Bapak yang duduk diam dan menatap dengan tenang. Bapak yang selalu mendengarkan tanpa menghakimi.

Saya membayangkan, Bapak tak akan memotong cerita. Ia tidak sibuk menyodorkan nasihat atau solusi saat bicara.

Dalam imajinasi ini, ia hanya akan duduk santai. Ngobrol dengan ditemani secangkir kopi yang mulai dingin di tangannya sambil berkata pelan, “Teruskan, Nak...!!!”

Konon, kelegaan tidak selalu datang dari solusi. Kadang ia lahir dari keberanian membuka isi hati.

Keberadaan seseorang yang cukup sabar untuk menampung keluh tanpa harus menjawab. Semua itu tampaknya ada pada sosok Bapak.

Saya terus membayangkan bagaimana seorang Bapak menyikapi keluh kesah anaknya. Ia mungkin saja tidak banyak bicara dan juga cerita.

Tak pula menepuk pundak dengan dramatis. Apalagi mengucap kata-kata bijak yang sering muncul dari buku motivasi.

Tapi diam-diam, sosok Bapak menyimpan semuanya. Ia mengingat dan mendoakan anaknya.

Bahkan di waktu paling sepi sebelum tidur. Atau juga di sela kesibukannya.

Mungkin itulah cinta paling sunyi. Cinta yang tak pernah menuntut balasan hingga mati.

Cinta yang hanya terdengar lewat satu helaan napas panjang. Cinta dalam doa yang bercampur dengan keringat perjuangan.

Sayangnya, semua itu cuma angan. Sebab saya tak akan pernah merasakannya lagi.

Bapak yang saya rindukan untuk bercerita sudah pergi. Bapak hanya ada dalam nafasku yang abadi.

Saya hanya penasaran bagaimana rasanya bisa berbagi cerita kepada Bapak. Ya, aku merasa kangen sekali.

Kangen bercerita pada Bapak. Kangen memeluknya walau hanya dalam diam.

Tapi kini, rindu ini berubah jadi abu. Tubuh Bapak tak lagi bisa ku sentuh hingga akhir waktu.

Dan malam ini, satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah menyebut namamu, pelan dalam hatiku. Menyebut namamu dalam doaku.

Sungguh, saya cuma penasaran berkeluh kesah kepada manusia bernama Bapak. Bercerita bahwa hidup ini kompleks sekali dan kian hari, kian melelahkan.

Bagaimana rasanya lega setelah itu. Bagaimana seorang Bapak menyikapi itu semua.

Sungguh, saya cuma penasaran.

No comments