Lifestyle Blogger Medan: Buah Simalakama Dari Kebebasan Pers

Atribut Saya Saat Menjadi Jurnalis
''Kebebasan pers adalah kebebasan yang sesuai dengan kode etik dan norma-norma jurnalistik yang ditetapkan oleh dewan pers dalam menyampikan atau mempublikasikan suatu informasi. Pers itu bebas dengan tidak adanya tekanan atau intimidasi dari pihak mana pun sehingga diberikan hak oleh konstitusional atau perlindungan hukum.” -Delfis (Video Jurnalis Kompas TV).

Saya bekerja di sebuah perusahaan logistik di kota Medan sekarang. Perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor. Setiap harinya, saya selalu mendata nomor hingga kapasitas dari peti kemas. Selain itu juga menangani keluhan dan masukkan dari pelanggan karena saya berada di bagian customer service.

Pekerjaan saya saat ini sangat berbeda dengan profesi saya beberapa tahun lalu, yakni jurnalis. Saya menjadi jurnalis dari november 2015 hingga juli 2018 di salah satu media group terbesar di Indonesia. Waktu itu saya ditempatkan di kota Batam. Banyak suka dan duka saat menjadi kuli tinta.

Delfis (Video Jurnalis Kompas TV)


Pers Dilindungi Oleh Undang-Undang

Jurnalis merupakan profesi yang sangat saya banggakan hingga saat ini. Bagaimana tidak, saya bisa bertemu dan berbaur dengan berbagai kalangan atau karakter individu sehingga mendapatkan pengalaman dan pelajaran hidup. Seiring berjalannya waktu, ilmu yang saya dapatkan pun bertambah. Saya semakin tahu tentang permasalahan politik, ekonomi, sosial, dan hukum.

Namun untuk mendapatkan sebuah informasi, terkadang seorang jurnalis dipersulit dan dihalang-halangi oleh beberapa oknum atau kelompok. Tidak hanya itu, kami juga sering mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan. Tapi jika dibandingkan dengan jaman orde baru, intimidasi terhadap jurnalis sudah berkurang.

Menurut Gusti Yenossa yang merupakan kontibutor MNC Media, banyak masyarakat awam yang terkadang tidak tahu bagaimana pekerjaan jurnalis. Dari ketidaktahuan masyarakat, intimidasi terhadap pers selalu terjadi. Kebebasan berekspresi pun seolah-olah dikekang.

"Tapi ada juga jurnalis yang kadang arogan dan memaksakan diri. Kebebasan pers itu harus dilihat beberapa sudut. Kalau sekarang ya kebebasan pers lumayan bagus yaa." -Gusti Yenossa (Kontributor MNC Media).

Gusti Yenossa (Kontributor MNC Media)

Seperti yang kita tahu, pers memiliki fungsi dalam menyampaikan informasi kepada publik dan dijamin sebagai hak asasi warga negara. Pers dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 pasal 4 ayat 1. Selain itu ada juga Undang-Undang Tahun 1945 pasal 28F. Nah sudah selaiknya tidak ada lagi intimidasi dari pihak mana pun. Beruntungnya saat saya menjadi jurnalis, tidak ada perlakuan yang tidak menyenangkan. Saya selalu mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari narasumber.

Kebebasan Pers Menjadi Buah Simalakama

Kebebasan pers yang terjadi saat ini, justru kebablasan. Kebebasan yang seharusnya dimanfaati dengan baik, justru digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Laiknya buah simalakama, banyak yang menyalahgunakan arti dari kebebasan pers. Saya berani mengatakan hal tersebut karena pernah mendapatkan kasus penyalahgunaan arti dari kebebasan pers.

Padahal pers tidak boleh mencampurkan kepentingan pribadi, perusahaan, pihak keamanan atau kelompok tertentu dengan berita yang dibuat. Mereka bebas namun harus sesuai dengan Undang-Undang dan kode etik jurnalistik. Pernah ada seorang jurnalis yang arogan karena profesinya dilindungi oleh Undang-undang di Batam. Padahal dia berasal dari media yang belum terverifikasi oleh dewan pers.

Pers yang mencampurkan kepentingan pribadi atau perusahaan dengan berita yang diterbitkan, biasanya berasal dari media yang tidak jelas. Mereka menyalahgunakan arti kebebasan pers dengan membuat berita opini tanpa konfirmasi kepada narasumber yang terkait. Akhirnya jika narasumber tidak terima, pers memanfaatkan hak jawab karena berita yang diterbitkan tidak sesuai fakta. Berita sering dijadikan alat atau senjata bagi pers dalam mendapatkan keuntungan pribadi atau perusahaan. Dan ini menyebabkan profesi jurnalis jadi jelek atau kotor di mata masyarakat.

Pernah ada media mingguan di Batam mempublikasikan beritanya dengan judul Kabag Humas Pemko Batam, Ardiwinata Korupsi. Padahal berita tersebut hanya opini tanpa kutipan narasumber yang jelas dan fakta yang akurat. Alasannya karena pemilik media ingin pemerintah kota Batam untuk memasang iklan. Kasus ini pun sering terjadi. Media tersebut juga tidak berisikan berita sepenuhnya. 90 persen, isi media hanya iklan saja. 

Peran Dewan Pers

"Dengan pengaruh yang luas dan langsung terhadap opini masyarakat, jurnalisme tidak hanya bisa dipandu oleh kekuatan ekonomi, keuntungan, dan kepentingan khusus. Jurnalisme haruslah diresapi sebagai tugas suci, dijalankan dengan kesadaran, bahwa sarana komunikasi yang sangat kuat telah dipercayakan kepada Anda demi kebaikan orang banyak." -Paus Yohanes Paulus II dalam pidatonya yang berjudul "Tahun 2000 Sebagai Tahun Suci bagi Para Wartawan".

Terkait dengan kutipan Paus Yohanes Paulus II, saya merasa kalau Dewan Pers sudah menjalankan perannya dengan baik. Salah satunya dalam memberikan sanksi kepada majalah Tempo yang salah menyampaikan informasi beberapa waktu lalu. Dewan pers nyatakan majalah Tempo langar Kode Etik. Pasal yang dilanggar adalah Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik karena membuat berita opini yang terlalu menghakimi.

Penjudulan ‘Tim Mawar dan Rusuh Sarinah’ yang dimuat oleh majalah Tempo dinilai berlebihan, karena Tim Mawar yang terlibat penculikan aktivis 1998 telah bubar. Majalah Tempo menyebutkan adanya dugaan keterlibatan satu mantan anggota Tim Mawar dalam kerusuhan 21-22 Mei 2019 di Jakarta. Kata Dewan Pers, dugaan tersebut tidak disertai dengan data yang memadai serta tidak cukup menjadi dasar pengaitan Tim Mawar dengan kerusuhan 21-22 Mei 2019.

Terbuktinya majalah Tempo melanggar Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik, Dewan Pers merekomendasikan agar majalah Tempo meminta maaf kepada yang bersangkutan pada edisi berikutnya di majalah Tempo. Selain itu, sesuai Pasal 18 ayat 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pihak majalah Tempo wajib melayani hak jawab agar tidak kena pidana paling banyak Rp 500 juta.

Meski hasil putusan Dewan Pers hanya bersifat administratif dan sebatas memeriksa pelanggaran pers terkait etika jurnalistik dalam menjalankan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, saya mengapresiasi peran Dewan Pers dalam mengambil sikap. Dewan Pers menyatakan majalah Tempo terbukti melanggar Kode Etik Jurnalistik atas pemberitaan tersebut.

Saya juga menyarankan agar Dewan Pers bisa memberantas media yang belum terverifikasi karena bisa mengganggu profesi jurnalis. Mungkin bisa dibuat logo atau penanda seperti barcode di media yang sudah terdaftar di Dewan Pers untuk mengedukasi masyarakat. Selain itu dibutuhkan juga peran dari persatuan wartawan seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), PWI, atau pun IJTI dalam mengedukasi para jurnalis yang sesuai dengan kode etik jurnalistik.

18 comments

  1. Wah, serius ya tulisannya nih, Bang Alfie. Menarik sekali analisisnya. Memang benar kadang kala profesi jurnalis jadi simalakama. Contoh ringan, fenomena oknum jurnalis minta THR di instansi-instansi pemerintahan menurut saya sangat menodai citra jurnalis yang mestinya terjaga dengan baik. Padahal di era keterbukaan publik seperti sekarang, profesi jurnalis itu amat sangat strategis dan mulia. Di ujung pena-nya lah kebenaran bisa diputarbalikkan. Saya bersemangat mengomentari sebab dulu waktu kuliah S1 sempat jadi jurnalis majalah kampus, hehe. Ikut banggalah walaupun cuma jadi jurnalis level mahasiswa (Soalnya seru tingkat dewa dapur redaksinya jelang DL)

    ReplyDelete
  2. Kadang yg begini nih ya bang... Media seolah2 dibilang dukung ini itu punya ini itu jd bahan beritanya gini gitu. Kebayang jd bagian didalamnya. Dikata2in gitu:"

    ReplyDelete
  3. Nah yang jadi pertanyaanku bang, aku masih bingung nih dibagian perbedaan antara pers , wartawan, dan jurnalistik bang.itu bedanya apa ya bang??
    .
    Cek tulisanku jyga ya bang www.zulharmin.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pers itu media nya, wartawan orangnya, jurnalistik ilmunya.
      Jurnalis sama wartawan itu sama.
      CMIIW.

      Eh Zulharmin, letak lah link tulisan di grup.

      Kok gak pernah nongol, trus semua foto di ig kok dihapus?

      Delete
    2. sudah tidak di grup lagi buk hehehe

      Delete
  4. Wartawan bodrex tu mesti dibasmi ya kak alfie. Merugikan banyak pihak itu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. wartawan bodrex aka. wts (wartawan tanpa surat kabar) itu istilah lainnya kak e. ya kan bang alfie?

      Delete
  5. Dan, imagenya mnet awak ni, wartawan jaman naw, sering juga jadi bensin alias berita yg udah terbakar ni, disiram bensin jadi tambah panas itu berita...

    Sampe2 awak jadi takut baca or nonton berita. Bawaan emosiiii aja.
    Menganggu kesehatan awak hiks

    Maap para wartawan. Ndak semua memang begitu. Tapi itu lah yg awak rasakan

    ReplyDelete
  6. semoga wartawan di indonesia terkhusus di medan ini bisa benar2 menghilangkan imagenya yang buruk dikarenakan ulah dari WTS (wartawan tanpa surat kabar) aka.wartawan bodrex yang beredar di masyarakat ya bang. karena sebenarnya pekerjaan mereka itu mulia.

    ReplyDelete
  7. Sejak ajang pilpres jadi suka sekali nih bang wartawan di kelas2in sebagai media pro A atau pro B jadi awak yg hanya warga biasa ikut terkompor juga menyaring informasi biar gak ikut tersulut, padahal wartawan hanya menjalani tugasnya saja,bukan begitu bang?

    ReplyDelete
  8. Kak alfi berat kali tulisan kali ini,tapi aku jauh lebih mengerti juga sih,thanks y kak sharing nya,karna hal itu sering banget uut jumpai dikalangan terdekat

    ReplyDelete
  9. Agak merindukan jurnalis yang bekerja dengan hati bukan kepentingan...kayaknya mulai langka sekarang ini. Cok alfy jadi jurnalis lagi...hehehehe

    ReplyDelete
  10. Bang Alfi, beberapa tahun yang lalu ada yang nawarin kawan kartu identitas sebagai wartawan media tertentu, cuma 200rb tujuannya untuk kepentingan pribadi. Sorry, sejauh ini saya underestimate pada profesi ini, mudah²an sekarang gak seperti itu lagi ya

    ReplyDelete
  11. Ciye anak inews ya, tunjukkan foto yg bawa kamera ituu hHaha

    ReplyDelete
  12. kenetralan jurnalis sekarang banyak dipertanyakan karena beberapa oknum. Apalagi dalam urusan politik. Walaupun misal pribadi memilak salah satu tapi jika menginfokan ke masyarakat (penekanannya dalam surat kabar, berita televisi/radio) hendaknya jangan menggunakan bahasa dan bahasan yang memihak. beda Kalau sebagai pribadi menulis keberpihakan itu dalam opini atau artikel di blog.

    ReplyDelete
  13. Kebebasan, dalam hal apapun, tetap harus ada pihak yang mengawasi. Agar nggak bablas dan memanfaatkan nama serta aturan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
    Seru ya bang jadi jurnalis lapangan. Pasti ada suka dukanya. Tapi kalo masih muda sih, oke2 aja untuk tambah pengalaman.

    ReplyDelete
  14. menjadi jurnalis duh kangen dulu pernah jadi pers mahasiswa, ada suka dan duka nya juga hehe, tapi bang dengan bekgron abang sebagai jurnalis tetap aja kepake di bidang apapun kita berada, tetap semangat ya bang, dan terus share ilmu jurnalisnya hehe

    ReplyDelete
  15. nulis serius pasti inspirasinya kakak2 mantan jurnalis ya? wkakakkaka

    ReplyDelete