Jaga Bumi Mulai Sekarang atau Kena Karma di Masa Depan

Pulau Sekatung, Kabupaten Natuna. www.bocahudik.com

Wanita itu tampak marah. Wajahnya berubah menjadi kemerahan. Bola matanya seakan mau keluar. Dia menyatukan ibu jari dan jari tengahnya, lalu menyodorkan ke arah telinga saya.

Seketikasaya berlari menuju kamar. Menangis dan mencari tempat untuk bersembunyi. Lemari adalah tempat yang aman. Kemarahannya saat itu membuat saya jadi takut.

"Sudah dibilang jangan buang sampah plastik di sungai tapi masih aja dibuat. Jangan dibiasakan seperti itu ya," ujarnya sambil menggedor pintu kamar.

Saya pun tertidur di dalam lemari sekitar dua jam. Baju saya basah akibat keringat. Hal ini yang membuat saya jadi terbangun. Kemudian saya mengganti baju agar tidak masuk angin.

Saat keluar dari kamar, sosok wanita tersebut memanggil saya ke dapur. Suasana siang itu seperti tak ada kejadian. Padahal ia sudah memarahi saya pagi tadi. Namun tiba-tiba, dia menyuruh saya untuk makan siang.

"Makan yang banyak ya. Habiskan dan jangan ada sisa," katanya.

Wanita tersebut adalah emak saya. Beliau kesal karena ulah saya yang selalu buang sampah plastik di sungai. Padahal saat itu, emak menyuruh saya untuk membuang sampah di tempat yang sudah disediakan oleh kepala lingkungan.

Saya memang memiliki kebiasaan untuk buang sampah sembarang. Maklum, lokasi tempat sampah yang disediakan itu berada jauh dari rumah. Saya berjalan kaki sekitar 30 menit untuk membuang sampah disana. Akibat malas, saya memutuskan untuk buang sampah ke sungai.

Saat menyantap makanan, emak menasihati saya untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Dia khawatir terhadap dampak negatif yang ditimbulkan di masa depan.

"Sekarang ini aja rumah kita sering kebanjiran. Sungai selalu meluap," kata Emak.

Rumah kami memang tidak jauh dari Sungai Deli. Jaraknya sekitar 1 kilometer. Setiap musim hujan, sungai tersebut selalu meluap. Kami selalu terkena banjir dan kadang mengungsi di rumah nenek.

Tak tanggung-tanggung, ketinggian banjir bisa mencapai 2 meter. Kami harus naik loteng untuk menyelamatkan diri.

Barang-barang di rumah juga hancur, rusak dan terbawa banjir. Butuh waktu beberapa hari untuk membersihkan bekas banjir tersebut.

Peristiwa banjir itu masih teringat jelas di ingatan saya. Terlebih tangisan adik saya karena ketakutan, masih terus terngiang-ngiang.

Selain buang sampah sembarang, saya juga sering menyisakan makanan. Itulah kebiasaan buruk yang saya lakukan waktu kecil. Emak sering ngomel-ngomel kalau tahu saya membuang makanan.

"Bapakmu susah cari uang. Kamu malah enak buang makanan," ucap Emak saat marah.

Saya tidak tahu dampak buruk dari sisa makanan. Tapi guru di sekolah saya pernah mengatakan kalau makanan itu harus dihabiskan karena kalau tidak, makanan tersebut menangis.

Selain itu, banyak orang yang mati kelaparan akibat tidak bisa makan. Jadi menurutnya, kita harus menghabiskan makanan tanpa sisa.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya saya paham terhadap dampak yang ditimbulkan dari buang sampah sembarang dan menyisakan makanan. Kebiasaan buruk yang saya lakukan pada 17 tahun lalu, ternyata berdampak buruk terhadap lingkungan dan perubahan iklim.

Tumpukan Sampah di Laut www.bocahudik.com

Perubahan Iklim

Perubahan iklim menjadi masalah paling genting dunia saat ini. Bencana alam akibat krisis iklim kian mengancam Indonesia.

Perubahan iklim atau dikenal dengan fenomena pemanasan global terjadi akibat peningkatan gas rumah kaca pada lapisan atmosfer dan berlangsung untuk jangka waktu tertentu. Penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor yang berbeda serta menimbulkan dampak bagi kehidupan manusia.

Iklim berubah secara terus menerus karena interaksi antara komponen-komponennya dan faktor eksternal seperti erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, dan faktor-faktor disebabkan oleh kegiatan manusia. Dari tahun ke tahun, grafik bencana akibat perubahan ikim terus meningkat.

Laporan terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperingatkan kita untuk membatasi pemanasan global hanya hingga 1,5 derajat Celsius mulai dari sekarang. Laporan perubahan Iklim tersebut telah disetujui pada 4 April 2022 oleh 195 pemerintah anggota IPCC.

Pada skenario yang dibuat IPCC, membatasi pemanasan global hingga sekitar 1,5 derajat Celsius membutuhkan emisi gas rumah kaca global sudah mencapai puncaknya paling lama sebelum 2025. Setelah itu emisi turun dan terjadi pengurangan sebesar 43 persen pada 2030.

Suhu global akan stabil ketika emisi karbon dioksida mencapai nol bersih. Untuk 1,5 derajat Celsius, berarti mencapai emisi bersih nol karbon dioksida secara global pada awal 2050-an dan untuk 2 derajat Celsius pada awal 2070-an.

Penilaian ini menunjukkan bahwa membatasi pemanasan global hingga sekitar 2 derajat Celsius masih memerlukan emisi gas rumah kaca global mencapai puncaknya paling lambat sebelum tahun 2025, dan dikurangi seperempatnya pada 2030.

Tumpukan Sampah Plastik www.bocahudik.com

Dua Hal Kecil Penyebab Perubahan Iklim

1. Sampah Plastik

Sampah plastik adalah salah satu penyebab utama perubahan iklim. Mulai proses produksi hingga tahap pembuangan dan pengelolaan, sampah plastik mengemisikan banyak gas rumah kaca ke atmosfer.

Plastik terbuat dari minyak bumi dengan proses mengubah komponen minyak bumi menjadi molekul kecil yang disebut monomer. Kegiatan memproduksi plastik membutuhkan sekitar 12 juta barel bahan baku minyak.

Untuk mengubah minyak bumi menjadi monomer digunakan cara pembakaran. Dari metode inilah banyak gas rumah kaca diemisi ke atmosfer.

Sedangkan pada tahap pembuangan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah plastik adalah salah satu jenis sampah penghasil gas rumah kaca. Begitu juga pada tahap pengelolaan, karena plastik tidak dapat diurai secara alami oleh bakteri dalam tanah, sehingga membutuhkan ratusan tahun agar plastik dapat terurai dengan sendirinya.

Biasanya plastik dikelola dengan cara dibakar. Padahal pengelolaan plastik dengan cara dibakar menambah emisi gas rumah kaca di atmosfer bumi.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total sampah Indonesia pada 2021 mencapai 68,5 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 17 persen, atau sekitar 11,6 juta ton disumbang oleh sampah plastik.

2. Sisa Makanan

Laporan Food Sustainability Index (FSI) 2016 menempatkan Indonesia pada urutan kedua sebagai negara yang paling banyak membuang makanan dan menjadi sampah (food waste) terbesar kedua setelah Saudi Arabia. Per tahun, setiap individu di Indonesia membuang 300 kilogram makanan mereka.

Bila diestimasikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa, maka hasil limbah makanan yang dibuang mencapai 81 juta ton per tahun. Makanan mulai terbuang (food loss) tidak hanya terjadi pada saat aktivitas kita makan, namun dimulai sejak pengolahan hingga proses distribusi.

Limbah makanan yang terbuang akan menghasilkan gas rumah kaca yaitu karbondioksida (CO2) dan zat metane (CH4). Gas rumah kaca ini cukup signifikan mengakibatkan pemanasan global (global warming) yang berakibat pada perubahan iklim.

Limbah makanan yang berada di tempat pembuangan menghasilkan zat metane dalam jumlah yang besar. Zat ini lebih berdampak pada pemanasan global dibandingkan dengan CO2.

Makanan juga tidak boleh disisakan. Pasalnya masih banyak orang di luar sana yang mati akibat kelaparan.

Menurut Global Hunger Index (GHI), tingkat kelaparan Indonesia menempati urutan ketiga tertinggi di Asia Tenggara pada 2021.

Indonesia mendapatkan skor indeks sebesar 18 poin atau termasuk dalam level moderat. Skor ini telah berada di atas rata-rata global yang sebesar 17,9 poin.

Sementara, negara dengan tingkat kelaparan tertinggi di wilayah Asia Tenggara adalah Timor Leste, yakni mencapai 32,4 poin atau masuk dalam level serius. Laos berada di urutan berikutnya dengan skor 19,5 poin atau masuk level moderat.  

Saya Merasakan Dampak Perubahan Iklim

Telepon genggam saya bergetar pagi itu. Getarannya terus berulang. Biasanya, benda tersebut memberi tanda kalau sudah pukul 07:00 WIB dan saya harus bangun. Namun ternyata ada pesan masuk yang harus saya baca.

"Mas, kami sudah di Pelabuhan Pering ya," kata pak Budi mengirimkan pesan WhatsApp.

Kami berencana berangkat ke Pulau Sekatung bersama Komandan Pangkalan TNI AL Ranai pada hari kamis. Akibat tidur larut malam, saya pun bangun kesiangan.

Spontan saya langsung bangkit dari tempat tidur dan bergegas untuk mandi. Jarum pendek pada jam dinding sudah mengarah ke angka delapan. Saya memiliki waktu 10 menit untuk sampai di Pelabuhan Pering.

Sebagai seorang jurnalis, saya harus siap mendapatkan panggilan. Siaga 24 jam ketika ada sebuah peristiwa. Inilah yang membuat saya tertantang dan mencintai profesi saya.

Begitu sampai di lokasi, ternyata mereka semua sudah menunggu saya di Pelabuhan Pering. Saya merasa malu karena membuat mereka menunggu terlalu lama.

"Maaf, pak karena telat dan menunggu lama," kataku.

Komandan Pangkalan TNI AL Ranai tersenyum dan mengatakan tak masalah. Beliau menjelaskan kalau mereka juga baru tiba di Pelabuhan Pering. Kemudian mempersilahkan saya untuk naik kapal dan kami pun berangkat ke Pulau Sekatung.


Pulau Sekatung merupakan pulau terluar yang letaknya berada di Utara Kabupaten Natuna. Pulau tersebut sangat penting bagi Indonesia karena menentukan wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan kami ke Pulau Sekatung adalah untuk memeriksa kebutuhan para personil TNI. Pulau itu tidak ada penduduk, dan hanya ditempati oleh 20 personil tersebut.

Jarak antara Pulau Sekatung dengan Kabupaten Natuna sekitar 4 jam menggunakan kapal. Saat itu, gelombang laut tidak terlalu besar sehingga saya tidak mual.

Saya melihat banyak sampah plastik di laut saat dalam perjalanan. Sampah bekas bungkus makanan. Terombang-ambing mengikuti arus gelombang.

Tiba di lokasi, kami disambut oleh para personil TNI. Mereka tampak antusias melihat kedatangan kami.

"Kami butuh air bersih, listrik, dan alat untuk patroli. Jaringan internet juga susah disini," pinta salah satu personil kepada Komandan Pangkalan TNI AL Ranai.

Setelah mendengar permintaan mereka, kami pun kembali pulang. Seluruh permintaan para personil TNI di Pulau Sekatung akan diteruskan ke Lantamal IV.

Dua hari setelah kunjungan tersebut, Kening saya terasa sangat ketat. Licin dan lembut. Begitu pula dengan warna tangan saya yang berubah menjadi gelap.

"Itu wajahmu kenapa gosong. Tak seperti biasanya," kata temanku.

Ketika saya mandi, ada terasa perih di kening. Awalnya saya biasa saja, namun ternyata kulit kening saya mengelupas.


Ya, kulit saya mengelupas dan perih. Saya langsung teringat kalau saat mengunjungi Pulau Sekatung, saya langsung terpapar sinar matahari. Itu sebabnya kulit kening saya mengelupas dan tangan saya berubah menjadi gosong.

Rasa perih dan kulit yang gosong itu saya rasakan sekitar tiga hari. Kejadian yang buat saya panik. Tak pernah saya alami sebelumnya.

Saya berpikir kalau ini adalah karma akibat perbuatan saya saat kecil. Kebiasaan membuang sampah. Karma dari perubahan iklim.

Mulai Selamatkan Bumi dari Hal Sederhana

Kita harus menerapkan budaya hidup sederhana untuk mengurangi sampah plastik agar bumi tetap terjaga. Kebijakan dan upaya luar biasa untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dari cara termudah.

Bukan hanya menekan pemakaian plastik oleh individu, melainkan juga pelaku usaha. Kita harus memulainya dari hal terkecil di dalam kegiatan sehari-hari.

Dampak yang saya terima itu seperti karma buruk bagi saya. Hanya hitungan menit, kening saya gosong dan mengelupas. Akhirnya, saya mulai melakukan hal sederhana seperti saran emak. Omongan emak dalam menyelamatkan bumi harus dituruti agar tidak menjadi petaka. Caranya:

Budayakan Zero Waste www.bocahudik.com

1. Diet Kantong Plastik, Pakai Tote Bag

Setiap berbelanja di warung atau swalayan, kita selalu diberi kantong plastik. Terkadang sampai double kantong plastik agar barang-barang belanjaan tidak jatuh.

Namun sampai di rumah, kantong plastik pun terbuang begitu saja. Berakhir di tong sampah.

Padahal plastik membutuhkan waktu 100-500 tahun untuk bisa terurai secara alami. Limbah plastik juga sulit didaur ulang dan membutuhkan biaya yang sangat besar.

Limbah plastik berserakan di seluruh dunia yang dapat merugikan tak hanya satwa di darat, bahkan di lautan. Untuk itu, mulailah menggunakan Tote bag atau pun tas belanja kain kemana pun kita pergi.

2. Gunakan Tumbler

Mengonsumsi air merupakan kebutuhan sehari-hari. Kita sering belanja air mineral untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya, penggunaan botol plastik pun semakin meningkat juga.

Untuk mengurangi hal tersebut, kita bisa memulai dari hal kecil dengan menggunakan Tumbler. Penggunaan botol minum Tumbler adalah salah satu cara dalam mengurangi sampah plastik dari kemasan air minum yang dikonsumsi sehari-hari.

3. Bawa Bekal

Untuk mengurangi plastik dari bungkusan makanan, kita bisa mulai memasak dan membawa makanan sendiri tanpa kemasan. Dan bila ada makanan sisa, jangan dibuang. Lebih baik digunakan untuk kompos.

Saat bepergian, bawalah bekal dan camilan sendiri agar bahan makanan yang sudah dibeli bisa habis semua. Pasalnya, jika tidak membawa bekal sendiri, tentu kita akan membeli makanan di luar yang dibungkus dengan kemasan plastik.

Akhirnya sampah plastik pun semakin bertambah. Untuk menyelamatkan bumi, kita bisa mulai dari hal kecil. Tidak terlalu sulit untuk membawa bekal sendiri, kan?

4. Tanam Pohon

Pohon menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen rata-rata 1,2 kg perhari/batang. Manusia membutuhkan oksigen untuk bernafas sebesar 0,5 kg perhari/orang.

Pohon juga menyerap dan menyimpan air hujan untuk menghidari banjir dan menjadikannya sebagai air tanah, cadangan air, hingga musim kemarau tiba. Selain itu juga menjadi habitat bagi berbagai organisme yang membentuk keseimbangan alam dengan jaring-jaring makanannya.

Berbagai manfaat pohon tersebut menempatkan kegiatan menanam pohon sebagai salah satu bentuk nyata dalam menyelamatkan bumi.

Selain empat cara tersebut, kita bisa juga ikuti cara sederhana lainnya melalui #TeamUpforImpact untuk menyelamatkan bumi. Gerakan #UntukmuBumiku harus segera dibudayakan untuk generasi mendatang.

25 comments

  1. Enggak enak banget deh perasaanku semenjak membaca judul. Tapiemang kaya gitu, manusia sejatinya diutus Allah sebagai khalifah di muka bumi.

    Nyatanya sering kali maunya serba enak, serba praktis, tanpa memikirkan kehidupan yang akan datang.

    Sebetulnya bukan kita sih yang kena karmanya kalau kita mati muda. Tapi anak-anak kesayangan.

    Berdosa banget nggak sih rasanya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bumi yang kita tinggali harusnya benar2 dijaga dan disayangi ya, karena menikmati bumi bukan hanya hak kita saja tetapi juga hak anak2 keturunan generasi di masa yang akan datang.

      Delete
  2. Bener banget. Perubahan iklim makin cepat salah satunya disebabkan karena ulah manusia. Sampah dan sisa makanan emg PR banget sih. Ibunya mirip ibuku yg suka ngomel2 kl buang sampah sembarangan dan makan nggak abis. Hhh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha.. Kayaknya hampir semua emak gitu ya kak.
      Soalnya pas aku jadi emak-emak juga begitu 😂😂

      Delete
  3. Dua kebiasaan yang cukup sulit saya tinggalkan. Menggunakan plastik dan membuang sisa makanan. Walaupu buang sisa makanan itu umumnya nasi saja. Tapi itu harus dihentikan ya. Terimakasih inspirasi nya kak

    ReplyDelete
  4. Ngeri liat sampah di laut ya kak. Banyak banget. Bahkan bisa sampai berton-ton jumlahnya. Merusak habitat laut dan membahayakan satwa laut.

    ReplyDelete
  5. Spele kadang buang 1 aja kok. Tapi kalau setiap orang satu coba bayangkan berapa banyak sampah nya.

    ReplyDelete
  6. Saya teringat kelakuan saya sewaktu kelas SD dulu, yang membuang sampah plastik bekas makan nasi goreng begitu saja. Eh ketahuan oleh guru saya. Saya disuruh mengambil plastik bekas itu atau kalau tidak, bu guru menyuruh saya mengambilnya dengan mulut. Saya yang takut pun segera mengambil sampah itu dengan perasaan malu.

    ReplyDelete
  7. Semoga kita dan generasi selanjutnya tidak jadi bagian dari manusia yang merusakkan bumi. Kita mulai dari diri sendiri lalu keluarga dekat untuk membiasakan buang sampah pada tempatnya, memilah plastik, tidak membuang makanan dan melakukan terus penghijauan

    ReplyDelete
  8. huaaa kebayang kena tegur sama si ibu, malunya ya bang :' tapi emang gak cukup buang sampah pada tempatnya, sekarang sampah harus diolah, apa-apa kirim paket, itu makin banyak juga sampahnya. jenis sampah juga makin kompleks, anak muda harus mulai getol nih belajar soal lingkungan ini :D beralih dari google ke ecoasia juga bisa bang hehe

    ReplyDelete
  9. aku pun bang trauma sama banjir, dan memang terkena banjir atau tidak memang harus sadar lingkungan, agar tidak jadi karma di masa depan. Lagian memang tugas kita menjaga bumi sebagai khalifah

    ReplyDelete
  10. Bisa enggak ya kita keren tanpa nyampah? duh! Meski susah setidaknya mulai dari diri sendiri dan saat ini kita bisa lakukan juga ajak kiri kanan dan semua untuk melakukan hal yang sama. Sehingga bumi terjaga agar tak ada karma untuk anak cucu kita

    ReplyDelete
  11. Istilahnya tragedy of commons, kalau setiap orang nggakpeduli dan hanya memikirkan dirinya sendiri, semua harus menanggung akibatnya

    ReplyDelete
  12. Judul tulisan ini: Jaga Bumi Mulai Sekarang atau Kena Karma di Masa Depan sudah menyampaikan pesan inti terkait lingkungan dan sampah.

    Saya dulu malah kebalik, orang tua masih buang sampah di jalanan tapi kemudian saya berubah, tidak mau buang sampah di jalanan lagi. Lupa apa tepatnya yang membuat saya berubah.

    ReplyDelete
  13. Dari semua action selamatkan bumi, yang menanam pohon itu yang belom saya lakukan.
    Gak tau aja gimana menanam pohon itu.
    Di halaman rumah sendiri kah...
    Tapi yang biasa tak tanam paling pohon cabe...

    ReplyDelete
  14. Saya ingat dulu drama si unyil kalo nasinya gak dihabiskan nanti nangis, jadinya sejak dulu sudah gak berani buang makan, diet plastik ini juga perlahan saya ubah ke tote bag agar tidak banyak sampah

    ReplyDelete
  15. Semestinya memang ya sejak lahir anak2 dibiasakan membuang sampah sembarang, dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik menjaga bumi. Jadi ketika dia besar sudah membudaya dalam dirinya seperti yg disampaikan di tulisan ini, kl makan tidak bersisa, tanam pohon, membuang sampah pada tempatnya.

    ReplyDelete
  16. Bener ni bang Alfi. Hal kedua juga elva lakukan, berupaya memperhitungkan bahan makanan yang tepat untuk dimasak dan dimakan, kita berupaya agar makanan tidak bersisa ya..

    Jika jadi bahan makanan y dibuang ke tong sampah, akan kita upayakan terlebih dahulu diolah jadi eco enzyme, makanan hewan atau kompos..

    Oh ya, Elva terkejut juga, jidad bang Alfi bisa melepuh gitu..lain kali pakai sunblock ya bang..

    ReplyDelete
  17. setuju banget nih, kalau gak dari sekaran, kapan lagi, udah makin tua bumi, semakin perlu dirawat dengan ketat ya. Hal-hal baik meski kecil tapi kalau dilakukan terus konsisten, Insya allah dampaknya akan besar :)

    ReplyDelete
  18. Saya jadi ingat almarhum eyang saya yang sering dipanggil dengan eyang KaliJaga. Karena beliau selalu menjaga kali (sungai) di dekat rumah dengan baik. Tiap pagi dan sore selalu membersihkan sungai, mengambili sampah-sampah dari sungai agar alirannya lancar. Sekarang sejak beliau meninggal, sungai itu kembali kotor dan penuh sampah. Memang harus dimulai dari diri sendiri ya...

    ReplyDelete
  19. Maunya yg buang sampah keparit atau ke sunge aja yg kebanjiran. Ini awak yg buang ke abg sampah kadang juga kena imbas banjirnya. Tetangga ada yg hobi buang sampah. Ditegur malah dia lebih galak

    ReplyDelete
  20. Ya ampun kak, ikut prihatin sama kulitnya yang jadi begitu. Soal sampah di laut itu bikin geram sih emang, ngga habis pikir juga aku, kok bisa gituu ke lautpun masih nyampah hiks

    ReplyDelete
  21. Lah ilang lagi.. Udah yg ketiga x ini buat komen,, beneran

    ReplyDelete
  22. Ok upaya saya buang sampah pada tempatnya mgkn langkah kecil tp mudah2an jd langkah besar, bawa botol dan bawa kantong sendiri itu sih yg masih di gunakan sendiri.

    ReplyDelete
  23. Mantap kali emaknya bang 😁👍 kami pun di rumah sudah mulai menerapkan memilah sampah. Tujuannya supaya terbiasa recycle ataupun reduce limbah rumah tangga

    ReplyDelete